SEMARANG – Pemerintah Kota Semarang memperkenalkan pendekatan baru dalam pelayanan kesehatan masyarakat melalui pengembangan peta risiko kesehatan. Inovasi ini memungkinkan identifikasi masalah lebih dini dan intervensi yang lebih tepat sasaran.
Penjabat Sekda Kota Semarang, Budi Prakosa, mengatakan strategi tersebut menjadi tonggak penting dalam mewujudkan kota sehat. “Dengan peta risiko kesehatan, kita bisa tahu wilayah mana yang rentan, apa saja masalah utamanya, dan bagaimana mengatasinya secara cepat,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, program ini merupakan bagian dari evaluasi menyeluruh yang disampaikan pada Rakerkes Kota Semarang 2025 di Hotel Harris. Hadir pula akademisi, organisasi profesi kesehatan, hingga kader masyarakat.
Menurut data terbaru, penurunan angka kematian ibu dari 14 kasus menjadi 10 kasus, dan bayi dari 139 menjadi 76 kasus, menjadi bukti bahwa sistem layanan kesehatan semakin membaik.
Selain menyoroti penurunan angka kematian, Pemkot juga memberi perhatian besar pada pencegahan stunting dan peningkatan kualitas kesehatan anak.
Peta risiko kesehatan mencakup berbagai indikator, mulai dari prevalensi penyakit menular, status gizi anak, hingga masalah kesehatan mental di tiap kecamatan.
Langkah ini diperkuat dengan apresiasi GEMILANG kepada organisasi profesi POGI, IDAI, dan Tim AMPSR, yang terbukti berperan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Kepala Dinas Kesehatan, Abdul Hakam, menyebut pentingnya sinergi lintas sektor. “Tidak cukup hanya Dinas Kesehatan. Butuh keterlibatan camat, lurah, bahkan kader kesehatan di tingkat RW,” tegasnya.
Inovasi lain yang diperkuat adalah program Blokosuto, yang berisi sembilan kelas tematik kesehatan, mulai dari imunisasi hingga pola hidup bersih.
Pemkot optimistis strategi berbasis data ini dapat memperkuat layanan kesehatan, sehingga setiap warga memiliki akses yang setara terhadap layanan berkualitas.
Reporter: Ismu Puruhito






Be First to Comment